Rabu, 02 Februari 2011

Ritual Tabot

Ritual Tabot merupakan upacara tradisional masyarakat Bengkulu mengenang kisah kepahlawan Hussein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW, yang wafat dalam peperangan di Padang Karbala, Irak. Tradisi Tabot dibawa oleh para pekerja Islam Syi‘ah dari Madras dan Bengali, India bagian selatan, yang dibawa oleh tentara Inggris untuk membangun Benteng Marlborough (1714—1719), berasimilasi dengan dengan penduduk setempat dan meneruskan tradisi ini hingga ke anak-cucunya.

Tabot sendiri berasal dari kata Arab, Tabut yang secara harfiah berarti kotak kayu atau peti. Tabot dikenal sebagai peti yang berisikan kitab Taurat Yahudi, yang dipercaya jika muncul akan mendapatkan kebaikan, namun jika hilang akan mendapatkan malapetaka.

Saat ini, Tabot yang digunakan dalam Upacara Tabot di Bengkulu berupa suatu bangunan bertingkat-tingkat seperti menara masjid, dengan ukuran yang beragam dan berhiaskan lapisan kertas warna warni.

Pembuatan Tabot harus sesuai ketentuan yang ditetapkan secara bersama-sama oleh keluarga pemilik Tabot, keturunan Syekh Burhanudin (Imam Senggolo) yang merupakan pelopor diperkenalkannya Tabot di wilayah Bengkulu. Terdapat dua kelompok besar keluarga pemilik Tabot, yakni kelompok Tabot Imam dan Tabot Bangsal.

Ritual yang pada awalnya digunakan oleh kaum Syi‘ah (orang Sipai) untuk mengenang gugurnya cucu Nabi Muhammad SAW ini, sejak penduduk asli Bengkulu lepas dari pengaruh Syi‘ah berubah menjadi sekadar kewajiban keluarga untuk memenuhi wasiat leluhur. Upacara ini juga dijadikan sebagai bentuk partisipasi dalam pelestarian budaya tradisional Bengkulu, kini lebih dikenal sebagai Festival Tabot.

Upacara Tabot memiliki sepuluh tahapan, yang semuanya dilaksanakan dari tanggal 1—10 Muharam.  


Tahapan pertama adalah Mengambik Tanah (mengambil tanah). Tanah yang diambil pada tahapan ini haruslah berasal dari tempat keramat yang mengandung unsur-unsur magis, seperti di Keramat Tapak Padri yang terletak di dekat Benteng Marlborough dan Keramat Anggut, yang berada di pemakaman umum Pasar Tebek di bawah Hotel Horison Bengkulu. Mengambik Tanah dilakukan pada 1 Muharam, pukul 22.00 WIB. Tanah ini nantinya akan dibungkus dengan kain kafan putih dan dibentuk seperti boneka manusia.

Tahapan kedua adalah Duduk Penja (mencuci jari-jari). Penja adalah benda yang terbuat dari kuningan, perak, atau tembaga yang berbentuk telapak tangan manusia, lengkap dengan jari-jarinya. Penja yang dianggap sebagai benda keramat yang mengandung unsur magis, harus dicuci dengan air limau setiap tahunnya. Duduk Penja dilaksanakan pada tanggal 5 Muharam pukul 16.00 WIB

Tahap ketiga adalah Meradai (mengumpulkan dana) dilakukan oleh Jola (orang yang bertugas mengambil dana untuk kegiatan kemasyarakatan, biasanya terdiri dari anak-anak berusia 10—12 tahun). Acara Meradai diadakan pada tanggal 6 Muharam, antara pukul 07.00—17.00 WIB.

Tahap keempat adalah Menjara (6—7 Muharam), merupakan acara berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk beruji atau bertanding dal (alat musik sejenis beduk, yang terbuat dari kayu dengan lubang di tengahnya, serta ditutupi kulit lembu). Salah satu keistimewaan dari tahap Menjara ini adalah perang yang dilakukan oleh dua kelompok, yakni Tabot Bangsal dan Tabot Imam. Namun, perang yang dilakukan dalam festival ini, bukanlah perang yang berbahaya. Karena pada acara ini, perang antara dua kelompok tersebut disimbolkan dengan pertandingan dal. Pada malam pertama Menjara, salah satu kelompok Tabot akan menghampiri kelompok lainnya. Dalam perjalanan, kelompok ini akan memukulkan dal untuk menarik massa dari setiap kampung yang dilewati, sehingga jumlahnya terus bertambah. Ketika kedua kelompok bertemu, maka dimulailah adu dal. Kedua kelompok langsung beradu menabuh dal sekuat-kuatnya, dilakukan hingga dol ada yang pecah.

Usai mengadu dal, kelompok yang datang, mengunjungi gerga tua (bangunan yang menjadi simbol benteng pertahanan Hussein saat berperang). Di sini, jari-jari Tabot yang dibawa pada saat menggalang massa akan melakukan soja, atau bersambut dengan jari-jari kelompok Tabot lainnya. Hal ini menandakan ritual menjara hari pertama berakhir.

Keesokannya ritual Menjara kembali dilakukan. Kali ini, kelompok yang sebelumnya dikunjungi, balas mengunjungi kelompok lainnya. Rombongan berjalan kaki ke gerga tua untuk mengambil jari-jari dan menjemput massa dari kampung-kampung yang dilewati. Sampai di tempat tujuan, perang kembali dimulai. Kedua kelompok berperang, beradu menabuh dal.

Tahap kelima adalah Arak Penja, di mana penja diletakkan di dalam Tabot dan diarak di jalan-jalan utama Kota Bengkulu.

Tahap keenam adalah acara Arak Sorban yang ditambah dengan (sorban) putih dan diletakkan pada Tabot kecil.

Tahap ketujuh adalah Gam (tenang/berkabung), merupakan tahapan dalam upacara Tabot yang wajib ditaati. Tahap Gam merupakan saat di mana tidak diperbolehkan mengadakan kegiatan apapun. Gam berasal dari kata ‘ghum‘ yang berarti tertutup atau terhalang, diadakan setiap tanggal 9 Muharam dari pukul 07.00—16.00 WIB. Pada waktu tersebut, semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot tidak boleh dilakukan.

Tahap Kedelapan adalah Tabot Naik Pangkek yang dilakukan sekitar Pada pukul 14.00 WIB sesudah shalat Dhuhur tanggal 9 Muharram menyambungkan bangunan Tabot dengan bangunan bagian Tabot lainnya di tempat pembuatannya.


Tahap kesembilan dilakukan pada tanggal 9 Muharam juga, sekitar pukul 19.00 WIB, yang disebut dengan Arak Gendang. Tahap ini dimulai dengan pelepasan Tabot Besanding di gerga masing-masing. Usai pelepasan, tiap-tiap Tabot berarak dari gerganya masing-masing, menempuh rute yang telah ditentukan sebelumnya. Seluruh grup ini akan bertemu dan membentuk arak-arakan besar (pawai akbar). Acara ini turut diramaikan dengan kehadiran grup-grup penghibur dan masyarakat pendukung grup Tabot.


Tahap kesepuluh dan merupakan terakhir dari keseluruhan rangkaian upacara Tabot disebut dengan Tabot Tebuang yang diadakan pada tanggal 10 Muharam. Seluruh Tabot berkumpul dan dibariskan di Tapak Paderi pada pukul 09.00 WIB. Tak ketinggalan grup hiburan juga telah berkumpul untuk menghibur peserta upacara Tabot dan para pengunjung. Sekitar pukul 11.00 WIB, semua grup Tabot berarak menuju Padang Jati dan berakhir di kompleks pemakaman umum Karabela. Tempat ini dijadikan lokasi Tabot Tebuang, karena di sinilah tempat dimakamkannya Syekh Burhanuddin.

Pada pukul 12.30 WIB ritual Tabot Tebuang dimulai. Untuk perayaan Tabot, acara terakhir ini dianggap memiliki nilai magis, sehingga harus dipimpin oleh Dukun Tabot tertua. Di akhir acara, bangunan tabot dibuang ke rawa-rawa yang berdampingan dengan kompleks makam tersebut. Dibuangnya Tabot ini, menandakan selesainya seluruh rangkaian upacara tersebut.